Jumat, 19 Maret 2021

MENYUSURI PUISI “ULAMA DURNA NGESOT KE ISTANA" SEBAGAI BENTUK KETIMPANGAN SOSIAL

 MENYUSURI PUISI “ULAMA DURNA NGESOT KE ISTANA" SEBAGAI BENTUK KETIMPANGAN SOSIAL 




“ULAMA DURNA NGESOT KE ISTANA”


Puisi:  M. Shoim Anwar


 


Lihatlah


sebuah panggung di negeri sandiwara


ketika ada Ulama Durna ngesot ke istana


menjilat pantat raja agar diberi jatah remah-remah


maka kekuasaan menjadi sangat pongah


memesan potongan-potongan ayat untuk diplintir sekenanya


agar segala tingkah polah dianggap absah


Lihatlah


ketika Ulama Durna ngesot ke istana


menyerahkan marwah yang dulu diembannya


Sengkuni dan para pengikutnya di luar sana


bertingkah sok gagah berlindung di ketiak penguasa


menunggang banteng bermata merah


mengacungkan arit sebagai senjata


memukulkan palu memvonis orang-orang ke penjara


Lihatlah


ketika Ulama Durna berdagang mantra berbusa-busa


adakah ia hendak menyulut api baratayuda


para pengikutnya mabuk ke lembah-lembah


tatanan yang dulu dicipta oleh para pemula


porak poranda dijajah tipu daya


oh tahta dunia yang fana


para begundal mengaku dewa-dewa


sambil menuding ke arah kawula


seakan isi dunia hendak diuntal mentah-mentah


Lihatlah


ketika Ulama Durna ngesot ke istana


pada akhir perebutan tahta di padang kurusetra


ia diumpankan raja ke medan laga


terhenyaklah saat terkabar berita


anak hasil perzinahannya dengan satwa


telah gugur mendahului di depan sana


Ulama Durna bagai kehilangan seluruh belulangnya


ia menunduk di atas tanah


riwayatnya pun berakhir sudah


kepalanya terpenggal karena terpedaya


menebus karmanya saat baratayuda


                                                   Desember 2020


 


Puisi adalah ungkapan, luapan, ataupun keresahan yang dirasakan oleh penulis yang dituangkan dalam bentuk bait-bait puisi yang indah dengan rangkaian kalimat penuh dengan makna. Dalam setiap puisi pasti menyimpan berbagai makna yang ingin disampaikan oleh penulis secara tersirat, seperti puisi M. Shoim Anwar yang berjudul “Ulama Durna Ngesot ke Istana” dalam puisi yang diciptakan oleh M. Shoim Anwar tersebut penuh dengan makna sehingga saat membacanya kita akan diajak untuk menyusuri makna demi makna tiap baitnya yang begitu membara. Penulis merasakan adanya keanehan dalam penyalahgunaan gelar untuk kepentingan pribadi.


Puisi M. Shoim Anwar yang berjudul “Ulama Durna Ngesot ke Istana” menceritakan tentang sosok tokoh ulama Durna yang menggadaikan gelarnya kepada pemerintahan demi keuntungan dan kepentingan beberapa pihak, memanipulsi ilmunya untuk menggaet kepercayaan segerombolan orang untuk mengikutinya. Berdasarkan bentuknya, puisi tersebut memiliki empat bait, setiap bait memiliki jumlah baris yang berbeda dan selalu diawali dengan kata lihatlah. Setiap bait memiliki akhiran rima yang cukup seragam yakni “a” dan “h” sehingga menambah estetik bentuk puisi. Berikut uraian makna tiap bait puisi M. Shoim Anwar yang berjudul “Ulama Durna Ngesot ke Istana”


Bait pertama kita disuruh melihat sebuah sandiwara tokoh ulama Durna yang sedang menjilat atau mencari muka pada pemerintah, demi mendapatkan keuntungan atau jatah karena kekuasaan atau kedudukan dianggap sangat penting untuk menyombongkan diri. Ulama Durna menyuguhkan ayat-ayat yang melekat pada gelarnya pada pemerintah untuk memanipulasi sebuah kebenaran, sehingga segala tingkah laku dianggap benar. Uraian makna tersebut dapat dilihat pada bait pertama puisi “Ulama Durna Ngesot ke Istana” sebagai berikut.


Lihatlah


sebuah panggung di negeri sandiwara


ketika ada Ulama Durna ngesot ke istana


menjilat pantat raja agar diberi jatah remah-remah


maka kekuasaan menjadi sangat pongah


memesan potongan-potongan ayat untuk diplintir sekenanya


agar segala tingkah polah dianggap abash


            Bait kedua menggambarkan sosok ulama Durna yang datang ke pemerintah dengan menggadaikan kehormatannya. Ulama dengan para pengikut yang dia peroleh dari hasil menjual gelar dan dalil-dalil yang digunakan sebagai senjata untuk menghakimi semua orang yang dianggapnya musuh. Uraian makna tersebut dapat dilihat pada bait kedua puisi “Ulama Durna Ngesot ke Istana” sebagai berikut.


Lihatlah


ketika Ulama Durna ngesot ke istana


menyerahkan marwah yang dulu diembannya


Sengkuni dan para pengikutnya di luar sana


bertingkah sok gagah berlindung di ketiak penguasa


menunggang banteng bermata merah


mengacungkan arit sebagai senjata


memukulkan palu memvonis orang-orang ke penjara


            Bait ketiga menggambarkan Ulama Durna yang menjual dalil-dalil untuk memperkeruh suasana, para pengikutnya jatuh ke dalam sistem yang diciptakan oleh pemerintahan yang kurang memiliki kompeten. Kerusuhan terjadi di mana-mana akibat tipu daya, semua orang berupaya memperoleh kedudukan di dunia yang tidak kekal. Para penjilat mengaku sebagai pemimpin seakan dialah yang akan menguasai dunia. Uraian makna tersebut dapat dilihat pada bait ketiga puisi “Ulama Durna Ngesot ke Istana” sebagai berikut.


Lihatlah


ketika Ulama Durna berdagang mantra berbusa-busa


adakah ia hendak menyulut api baratayuda


para pengikutnya mabuk ke lembah-lembah


tatanan yang dulu dicipta oleh para pemula


porak poranda dijajah tipu daya


oh tahta dunia yang fana


para begundal mengaku dewa-dewa


sambil menuding ke arah kawula


seakan isi dunia hendak diuntal mentah-mentah


 


Bait keempat menggambarkan ulama Durna yang justru dijadikan umpan oleh para pemerintah saat perebutan kedudukan, tetapi dia justru mengalami kekalahan. Inilah karma yang dia dapat, apa yang dia tanam itulah yang akan dia tuai, jika dia menanam keburukan maka kehancuranlah yang akan dia terima. Uraian makna tersebut dapat dilihat pada bait keempat puisi “Ulama Durna Ngesot ke Istana” sebagai berikut.


Lihatlah


ketika Ulama Durna ngesot ke istana


pada akhir perebutan tahta di padang kurusetra


ia diumpankan raja ke medan laga


terhenyaklah saat terkabar berita


anak hasil perzinahannya dengan satwa


telah gugur mendahului di depan sana


Ulama Durna bagai kehilangan seluruh belulangnya


ia menunduk di atas tanah


riwayatnya pun berakhir sudah


kepalanya terpenggal karena terpedaya


menebus karmanya saat baratayuda


            Berdasarkan uraian makna puisi tiap bait di atas, dapat kita simpulkan secara keseluruhan makna puisi “Ulama Durna Ngesot ke Istana” karya M. Shoim Anwar tersebut yakni menceritakan kisah tokoh Durna sebagai seorang ulama yang justru menyalahgunakan keduduknnya, demi sebuah kepentingan penguasa. Ulama Durna tidak memikirkan dampak yang akan dia terima karena telah menggadaikan atau menjual gelarnya kepada pemerintah untuk melakukan sebuah siasat licik yang akan menyesatkan rakyat. Akhirnya kehancuranlah yang dia perolah atas perbuatannya yang licik.


            Jika kita telusuri lebih dalam lagi makna dari puisi M. Shoim Anwar yang berjudul “Ulama Durna Ngesot ke Istana” terdapat aktualisasi dengan kehidupan saat ini. Tokoh Durna dalam puisi ini sama seperti beberapa ulama di negeri kita saat ini, mereka berlomba-lomba menjerumuskan diri ke dunia politik dengan bekal dalil-dalil yang mereka jadikan senjata untuk mencari pengikut. Para ulama justru banyak yang menyerahkan diri pada pemerintah untuk dijadikan tirai atas sebuah kepentingan perebutan kedudukan dengan mengumpulkan banyak pengikut. Para pecundang berlomba-lomba menjadi petinggi negara, saat ini banyak dari para ulama yang justru dengan gampangnya menghakimi seseorang dengan dalil dan ayat-ayat yang mereka lontarkan dengan cara mencaci. Perpecahan dan kerusuhan justru terjadi karena ulah mereka sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KRITIK ESAI LIMA CERPEN M. SHOIM ANWAR

Dalam dunia sastra, nama M. Shoim Anwar tidak asing lagi. Sastrawan yang lahir di Desa Sambong Dukuh, Jombang, Jawa Timur sudah berada di du...